Jatuh Bangun Pedagang Online di Tengah Pademi, Ayu: Jangan Pernah Putus Asa

PALEMBANG | Populinews.com – Usai Shalat Isya’, Ayu (35) bersiap menggunakan pakaian dan jilbab yang senada. Ia pun meraih tripod, memasang ponsel di bagian mounting, mendirikannya sejajar dengan kepala. Ibu tiga anak ini pun menaruh kursi di depan ponsel, disesuaikan agar pas di bingkai kamera, supaya pinggang tak pegal selama beraktivitas live streaming di media sosial Facebook.
Setelah memastikan baterai ponsel penuh dan jaringan data pun lancar, Ayu yang punya nama asli Kiki Wulandari, warga Komplek Handayani, Keluarahan Sukajadi, Kecamatan Talang Kelapa, Banyuasin ini, memulai live streaming hingga angka di samping simbol mata sebagai penanda jumlah penonton mulai menanjak naik.
“Assalamualaikum bunda, jilbab murah kita ada lagi nih. Harga mulai Rp 15 ribu, dibantu share ya, dibantu tes komennya ya bunda,” tutur Ayu melafazkan salam pembukanya kepada para calon pembeli. Begitulah, kegiatan yang setiap hari yang ia lakukan sejak dua tahun silam.
Ayu mulai berjualan jilbab via live streaming Facebook sejak pandemi melanda tahun 2019 silam. Sebelumnya Ayu merupakan karyawan swasta korban PHK, karena kontraknya tak diperpanjang lantaran perusahaan tempatnya bekerja harus melakukan restrukturisasi akibat terdampak pandemi Covid-19.
Beruntung Ayu memiliki sedikit jiwa wirausaha. Bahkan, ketika masih bekerja, di setiap libur akhir pekan ia menyambi berjualan pakaian di pasar dadakan mingguan di Kambang Iwak Palembang. Sejak berhenti bekerja, Ayu pun tidak hanya mengurus rumah tangga, namun juga mencoba mengembangkan usahanya dengan berjualan pakaian dengan sistem cicilan.
Ayu mengambil pakaian untuk dijual dari produsen-produsen besar di Jakarta dan Bandung, untuk kemudian dijual kembali di lingkungan rumah dan kenalannya. Ia mulai menerima reseller-reseller yang menawarkan barang jualannya untuk meningkatkan omset.
Namun dirinya mengakui menjual pakaian yang harganya Rp100-250 ribu membuat perputaran uangnya pun lambat. Tak sedikit pembeli yang mencicil pun macet sehingga modalnya yang semula digelontorkan sekitar Rp 20 juta, amblas tergerus. Beberapa reseller yang tidak amanah pun banyak yang ‘melarikan’ barangnya dan uangnya pun tak kembali. Akibatnya, Ayu mulai bangkrut, dan berhenti total berjualan pakaiannya persis di akhir 2019.
Putus asa? ternyata tidak. Kegagalan pertama membuka usaha ini, justru dijadikan pelajaran yang sangat berharga. ”Gagal dalam usaha itu biasa. Tidak boleh putus asa, jika kita serius pasti Tuhan memberikan jalan,” ujarnya memulai kisah kepada Populinews.com, belum lama ini.
Beralih ke Medsos
Memasuki dua bulan pertama tahun 2020, Ayu mulai sering berselancar di media sosial Facebook. Di flatform digital ini, ia mulai mengenal para pedagang online, yang berkoar-koar melalui live streaming, guna mencari pembeli.
Ayu pun mencoba menjadi pembeli dari salah satu penjual baju anak-anak, karena murah. Kualitas barang yang diterimanya pun sesuai dengan ekspektasi. Ayu pun mulai putar otak, ingin sekali melakukan hal yang sama, berjualan online. Tapi mau jualan apa? belum terpikirkan olehnya saat itu.
Ayu lantas mencoba berkonsultasi dengan suami, yang kemudian menyarankannya supaya berjualan barang yang murah tapi sangat dibutuhkan. Kemudian tidak peka waktu, dan gampang dikirim ke pembeli. ”Awalnya, pusing juga. Tapi suatu ketika terpikir untuk berjulan hijab, dan suami pun ternyata setuju,” ujar Ayu menammbahkan.
Ayu mulai tertarik berjualan jilbab karena harga-harga yang ditawarkan para penjual di live streaming, jauh dari harga yang biasa ditawarkan di toko maupun di pasar.
“Awalnya saya ini menjadi konsumen, beli-beli saja dulu barang-barang di online. Mulai baju anak, pakaian dewasa, makanan, sampai jilbab. Setelah dipilah-pilah, akhirnya jilbab yang dipilih. Selain murah terjangkau, dan banyak yang beli. Akhirnya saya mulai coba jualan jilbab juga,” ungkapnya.
Untuk bangkit dan berdagang kembali, Ayu pun terpaksa menguras sisa uang tabungannya, yang saat itu masih ada sekitar Rp5 juta. Ia pun mulai belajar berfose di Live Streaming dan berjualan secara seperti orang-orang lain yang sudah lebih dahulu.
Setelah Jilbab pesanan yang dibelinya dari agen besar di Jawa Tengah tiba, dirinya pun berlatih agar bisa luwes berbicara di depan kamera dan menghadapi para calon pembeli. Awalnya, Ayu mengaku sempat canggung dan kewalahan dalam menghadapi komentar dan keinginan para calon pembeli. Namun lama-lama terbiasa juga, bahkan bisa mengorganisir kegiatan jual-belinya setiap hari.
Untuk mencari konsumen lebih banyak di dunia maya, Ayu pun mendaftar ke salah satu grup jual-beli untuk bisa mendapatkan lapak jualan. Rp 50ribu ditransfernya ke admin grup jual-beli tersebut demi mendapatkan keanggotaan dan izin untuk live streaming di grup.
Gagal Kedua Kali
Tapi keberuntungan rupanya belum berpihak. Pada bulan Mei 2020, ternyata pandemi Covid-19 megalami lonjakan yang luar biasa. Berbagai kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) pun diberlakukan. Praktis bisnis Ayu pun kembali terpuruk karena target penjualan tak pernah tercapai. Kondisi ini diperburuk lagi, dimana suaminya yang juga merupakan karyawan perusahaan swasta, terkena dampak pemutusan kontrak kerja.
Pendapatan berkurang dan kebutuhan yang meningkat karena harus menghidupi dua anak saat itu pun semakin membuatnya limbung kondisi keuangan. Tabungan sudah terkuras stok barang menumpuk dan penjualan melesu.
Alhasil, Ayu rela membanting harga di bawah harga modal demi perputaran kas jualannya. Uang hasil pesangon dari suaminya pun digunakan untuk modal jualan. Pertengahan Juni 2020, Ayu yang hampir terpuruk kedua kalinya, sedikit bernafas lega, karena kondisi jualannya membaik, pembeli pun kembali bertambah.
Hingga kini, bisnis jilbab yang dinamainya TokoAyu tersebut semakin meningkat. Hanya dalam waktu tujuh bulan, dari modal hanya Rp5 juta sejak Juni hingga September 2020, Ayu dapat meraup omset Rp30 juta per bulannya dari berjualan jilbab via live stream Facebook tersebut.
Ayu membangun jaringan-jaringan para pembelinya dari grup tersebut. Lama-kelamaan, ia pun merasa pasar yang dijangkaunya terlalu sempit apabila hanya live di grup jual-beli tertentu. Berbekal basis penonton dan pembeli yang cukup banyak, dirinya pun memberanikan diri untuk live streaming di beranda Facebook pribadinya.
Dari melakukan live di halaman Facebook pribadinya, ia mengerahkan para penonton dan kenalan untuk membagikannya ke masing-masing beranda. Dengan cara tersebut, jangkauan pembeli jilbab Ayu pun semakin meluas. Saat ini bahkan dirinya bisa menerima pesanan di luar Palembang, seperti dari Bandung, Bangka Belitung, Jambi, Lampung, Bengkulu, hingga Kalimantan.
Aktivitas bisnis Ayu setiap harinya bergulat diantara live, rekapitulasi barang jualan, dan packing. Sistem penjualannya, Ayu menawarkan barang, calon pembeli memilih barang dan memberikan nomor telepon yang bisa dikontak. Setelah dikonfirmasi, selepas live Ayu merekapitulasi jumlah belanjaan, meminta alamat dan keesokan hari barang akan diantar oleh kurir.
Sistem pembayaran di tempat bisa dilayaninya karena menggunakan jasa kurir paket dalam kota. Kurir membayarkan uang talangan sejumlah nilai barang, kemudian pembeli membayar belanjaannya kepada kurir plus ongkos kirim Rp10 ribu. Untuk penjualan luar kota, Ayu menggunakan jasa kirim barang ekspedisi-ekspedisi besar tergantung keinginan pembeli.
Ayu menganggap berjualan dengan memanfaatkan live stream Facebook sangat mendukung dirinya yang masih mengurus tiga anak balita setiap harinya. Dirinya bisa secara fleksibel mengasuh anak namun tetap mengurus urusan bisnisnya. Berbeda dengan berjualan di toko atau pasar, yang mesti mengeluarkan modal lebih untuk berjualan. Seperti sewa toko atau lapak dan lainnya.
“Kalau jualan pakai live Facebook ini kita cuma butuh modal HP, wifi kenceng atau kuota. Kalau modal dasar, kita jualan jilbab live dengan di toko sama. Cuma kita tidak keluar modal sewa tempat saja,” kata dia.
Kelebihan dari jualan di media sosial pun, kata Ayu, bisa menjangkau konsumen seluas-luasnya. Pelanggan tidak perlu repot datang ke toko, barang akan diantara sesuai pesanan. Hanya menambah ongkos kirim saja. Ongkos kirim pun bila dibandingkan dengan uang jalan pelanggan pergi ke toko atau pasar, masih lebih menguntungkan karena tidak perlu repot pergi dari rumah.
Beberapa kekurangan dari berjualan secara live, dirinya tidak bisa mengetahui siapa pembelinya dan kepastian orang tersebut membeli atau tidak. Tidak jarang penontonnya sudah memesan barang tersebut, namun akhirnya tidak jadi karena berbagai alasan. Ayu hanya menganggap hal tersebut sebagai suka-duka berjualan, tidak perlu diperpanjang dan dipaksa membeli. Karena lebih banyak pembeli yang serius daripada yang main-main saja.
“Rawan penipuan juga, kadang ada orang kasih nomor telepon ternyata setelah dikonfirmasi, orang itu tidak memesan. Itu lebih ke sistem berjualannya sih, dibuat lebih aman juga bisa dengan cara-cara lain. Ada yang sistem deposit dulu, atau mendaftar dulu ke admin. Itu sudah perlu karyawan dan skala besar jualannya. Kalau saya masih bisa berjualan sendiri. Semua dikerjakan sendiri dan dibantu suami,” katanya. .
Dari berjualan secara live, sedikit-demi sedikit Ayu dapat membangun jaringan reseller-nya sendiri. Para pelanggan tetap, yang kebanyakan reseller, dibuatkan wadah berupa satu grup WhatsApp. Sehingga pemesanan jilbab tanpa harus melakukan live pun terjadi. Ayu mengaku setelah adanya grup tersebut, barang baru tiba, belum sempat live sudah habis.
“Untuk belanja modal, seminggu bisa sampai tiga empat kali. Satu koli itu bisa sampai 20 kilogram. Live pun tidak setiap hari. Kadang dua hari atau tiga hari sekali. Stok barang yang datang diusahakan habis dalam waktu seminggu,” ujar dia.
Tak jarang juga live stream yang digelar Ayu sepi penonton. Dirinya sering memancing penonton dengan giveaway berupa uang tunai atau pulsa. Setiap penonton yang membagikan live streamnya, akan diundi dan pemenang mendapatkan hadiah. “Ada banyak cara sebenarnya jika kita serius berusaha. Dampak pandemi, memang bukan alasan untuk bersdiam diri, toh berjualan online, kita tidak kontak langsung orang-perorang. Hanya saja daya beli yang mungkin berkurang dan itu harus juga kita pahami selaku pelaku usaha,” ujar Ayu mengakhiri. (dm)
Penulis : Dahri Maulana
