Agustini saat mengajari anak-anak usia SD berhitung dan menulis. (f/Dahri Maulana)

PALEMBANG | Populinews.com — Sekolah Daring, bagi anak yang duduk dibangku Sekolah Dasar (SD), menjadi momok bagi orangtuanya. Apalagi bagi anak yang baru duduk di kelas Satu dan Dua. Jangankan untuk membaca mata pelajaran yang diberikan lewat HP, mengenal huruf dan angka pun mereka masih terbata-bata. Melihat kondisi ini, Agustini (42), tergerak hatinya untuk membantu membagi ilmunya. Maka, jadilah ia relawan privat les, yang punya banyak murid mulai dari siswa PAUD hingga siswa kelas VI Sekolah Dasar.

Agustini, warga 12 Ulu Lorong Pedatuan Darat Palembang, terpanggil lantaran hampir setiap hari ia banyak mendengar keluhan Ibu-ibu tetangganya, soal anaknya yang belum bisa baca tulis dan berhitung. Padahal, mereka sudah berbulan-bulan sekolah Daring (pendidikan online-red), karena pemerintah memang belum 100 persen melakukan pebelajaran tatap muka (PTM). Sebab, pandemi Covid-19, masih menjadi ancaman serius di Indonesia.

Bahkan, di saat pandemi tengah memuncak, banyak ibu-ibu yang terpaksa menjadi siswa atau siswi ‘bayangan’ yang mengambil alih posisi sang anak, karena tak bisa sama sekali mengerjakan tugas-tugas online-nya dari guru di sekolah. ”Kalau begini terus, yang sekolah bukannya anak kita, tetapi ibunya. Anak-anak tetap saja bodoh. Lalu sampai kapan kita harus seperti ini,” begitu keluhan yang kerap terdengar di telinga Agustini.

Sekitar bulan Juni 2021 lalu, Agustini lantas curhat dan berdiskusi dengan suaminya Zubairi (44), yang juga seorang guru SMP yang sudah lama mengajar di Yayasan Sekolah Azhariyah Palembang. Bahkan Zubairi sempat menjadi Kepala Sekolah di perguruan Islam ini. Curhat Ibu dua anak ini, tak lain seputar niatnya untuk membuka privat les, di kediaman pribadi mereka.

Gayung rupanya bersambut. Zubairi setuju saja dengan niat sang istri, yang memang sangat suka dengan anak-anak. Apalagi sebagian besar calon murid yang bakal dididik melalui privat les, juga murid-murid sekolah Azhariyah sendiri. Tapi ada beberapa catatan penting yang menurut Zubairi mesti dijalankan. Catatan tersebut berkenaan dengan kondisi pendemi Covid-19, dimana masyarakat saat itu masih dilarang menciptakan kerumunan.

Pertama, privat les tidak boleh lebih dari 90 menit. Kedua, peserta privat les tidak boleh lebih dari 10 orang dalam setiap sesinya. Ketiga, peserta privat les dibatasi hanya anak SD saja, terutama anak-anak kelas I hingga kelas III. Ke empat, sepanjang pelaksanaan privat les, semua peserta harus menerapkan protokol kesehatan, seperti menjaga jarak dan memakai masker. Selain itu perlu menyediakan pula tempat mencuci tangan. Dan yang ke lima, tidak mematok tarif terlalu tinggi untuk setiap peserta les, bahkan jika perlu biaya les dibuat seikhlas orang tua murid saja.

Agustini pun merespon baik, saran suaminya. Di awal bulan Juli ia mulai menyiapkan sarana yang diperlukan. Terutama soal ruangan dan fasilitas belajar mengajar lainnya yang diperlukan. Seperti papan tulis, meja belajar serta alat-alat tulis lainnya. Soal kurikulum yang diajarkan, disesuaikan dengan mata pelajaran yang diberikan pada sekolah sistem online. Selain itu, Agustini juga menyediakan waktunya untuk mengajar mengaji Iqro dan Al-Quran.

Mengenai ruang belajar, bagi Agustini tentu tidak masalah. Sebab, rumah limasan yang ia diami saat ini memiliki ruang yang cukup besar, bahkan bisa dibagi menjadi tiga kelas. Cukup dibuat sekatnya saja. Setiap ruang belajar juga tidak memerlukan kursi atau bangku, karena konsep privat les yang dia terapkan adalah model lesehan.

Diawali Lima Siswa

Pada awal Juli 2021 Agustini mulai mengeluarkan uang pribadinya, untuk mensetting ruang tengah kediamannya menjadi ruang belajar. Ia juga membuat meja belajar lesehan dan papan tulis. Untuk alat belajar juga disiapkan buku LKS yang masih digunakan di sekolah umum.

Ketika semua sarana dan prasana privat les sudah siap, Agustini mulai menerima siswa, saat itu hanya lima murid yang didaftarkan orangtuanya. Semuanya siswa kelas I dan II SD, yang sama sekali belum mengenal huruf dan angka secara benar. Jam belajar pun dipatok 90 menit, dimulai dari pukul 13:00 s/d 14:30 WIB. Lanjut pada sesi kedua pukul 14:30 s/d 16:00 WIB, dan Sesi Ketiga Pukul 16.00 s/d 17.30 WIB.

Dalam mengajar, Agustini memberikan kolonggaran bagi anak-anak untuk memilih sesi jam belajar sesuai keinginan. Juga tidak dituntut harus setiap hari. ”Yang namanya privat les, ya terserah muridnya mau masuk di sesi yang mana dia bisa. Tidak setiap hari juga tak apa-apa. Bahkan soal jam masuknya, mau di sesi yang mana, juga bebas memilih,” ujar Agustini kepada Populinews.com, saat mengunjungi ruang belajarnya.

Dalam memberikan materi privat les, Agustini melayani siswanya satu persatu, menyesuaikan mata pelajaran yang diterapkan murid di sekolah formal. Semisal ia duduk di kelas VI SD, maka materi privat les pun menyesuaikan mata pelajaran murid kelas VI. Begitu juga untuk murid kelas I dan II, yang materinya berupa mengenal huruf dan mengeja serta teknik berhitung.

Pola privat les yang diterapkan Agustini ini rupanya mengundang banyak peminat. Agustini sendiri tidak pernah berpromosi. Orangtua yang datang lalu menitipkan anaknya untuk mengikuti provat les, kebanyakan hanya tahu dari informasi mulut ke mulut.

Bahkan saat ini, hampir setiap hari ada puluhan anak-anak yang datang diantar ibunya. Mereka, bukan hanya warga kampung 12 Ulu saja. Ada juga yang dari jauh, seperti dari Plaju dan Jakabaring. Dalam setiap sesi belajar, jelas Agustini, tak kurang dari 10 orang yang mengikuti privat les. Mulai dari siswa-siswa PAUD hingga kelas VI Sekolah Dasar.

Sebaliknya, bagi banyak orangtua yang sibuk dengan berbagai urusan rumah tangga, kehadiran privat les yang diterapkan Agustini, memang sangat membantu mereka. Apalagi, untuk anak-anak yang baru memasuki bangku sekolah.

”Saat di sekolah resmi, jadwal belajar anak-anak begitu singkat, karena masih berlakunya pembatasan, akibat pendemi Covid-19. Kami khawatir, anak-anak lambat mengenal baca tulis dan tak bisa berhitung. Karena itu, kami putuskan ikut privat les saja. Lagian murah,” ujar Aminah (35) salah seorang wali murid kepada populinews.com.

Memang, Agustini tidak mematok bayaran yang memberatkan bagi siapa saja yang ingin ikut privat les yang dia adakan. Cukup mengeluarkan uang Rp 2.000,- setiap kali mengikuti les. Itu artinya, dalam setiap hari Agustini hanya mendapatkan bayaran sekitar Rp 50.000 s/d Rp 60.000,’ saja.

Bagi Agustini pun, membuka ruang belajar bagi anak-anak di lingkungannya, lebih didorong oleh rasa kasihan dengan warga yang kurang mampu. Selain itu, ini juga merupakan solusi bagi siswa yang masih dibebani tugas sekolah secara Daring. Padahal, tak sedikit siswa yang orangtuanya tidak mampu memiliki HP Android yang harganya jutaan, termasuk biaya untuk membeli paket datanya, yang juga memberatkan.

”Banyak orangtua di lingkungan sini yang tidak punya HP Android karena tak mampu membeli. Sementara anak mereka harus sekolah. Jadi solusinya, saya mencoba membantu mereka agar tidak ketinggalan belajarnya,” ujar Agustini, yang memang pernah mengajar privat les, saat masih bekerja di Malaysia, sekitar 15 tahun silam.

Soal biaya privat yang sangat murah, bagi Agustini itu bukanlah masalah. Hitung-hitung beramal jariyah buat bekal di akherat kelak. ”Buat apa berilmu tinggi tapi tidak bermanfaat bagi orang lain. Ilmu yang diamalkan meskipun sedikit mendapatkan pahala bagi kita,” ujarnya.

Kehadiran Agustini dengan privat lesnya, diakui sangat dibutuhkan oleh banyak orangtua, terutama di lingkungannya kampungnya sendiri. Apalagi hingga sekarang, pembatasan jam belajar di sekolah juga masih berlangsung.

”Buat kita, yang penting anak-anak bisa cepat mengenal baca tulis dan berhitung. Membayar Rp 5.000 pun kami tidak keberatan, dibanding harus membelikan HP khusus dan beli paketan yang harganya tak kurang dari Rp 30.000 untuk sekali belajar online,” ujar Sofiah, salah seorang warga 16 Ulu, saat mengantarkan anaknya ikut privat les Agustini, lantaran belum bisa lancar membaca dan berhitung. (dm)

Penulis : Dahri Maulana