Catatan Ilham Bintang

MotoGP Mandalika menjadi panggung hiburan paling top di Tanah Air, akhir pekan kemarin. Rasanya seluruh rakyat Indonesia menikmati. Termasuk rakyat di big data Luhut Binsar Panjaitan.

Tidak ke sana pun tetap bisa menikmati kegembiraan. Bisa melupakan sejenak sengkarut minyak goreng, mafia yang mengalahkan negara, dan kontroversi big data pemilih yang diklaim minta Jokowi lanjut Presiden tiga priode.

Tanpa ke Mandalika, tanpa keluar tenaga dan uang sepeserpun, kemungkinan malah lebih menikmati atmosfir perhelatan akbar kelas dunia tersebut. Dibandingkan puluhan ribuan penonton yang berjejalan di sana. Selain harus antre berjam- jam untuk masuk area MotoGP, hujan- hujanan, waktu acara usai harus pula terlantar berjam-jam hingga tengah malam menunggu angkutan bus panitia.

Trending Topic

” Drone Emprit” mencatat Senin (21/3) pagi, 5 trending topic di Twitter seluruhnya tentang perhelatan akbar itu. Posisi IndonesiaGP (205 ribu), Mandalika ( 155 ribu), Pawang (126 ribu), Marc Marques (51 ribu), dan Rara ( 35 ribu). ” Posisi itu tidak banyak berubah, sama seperti hari Minggu kemarin,” kata pakar IT Ismail Fahmi, pendiri Drone Emprit, sebuah sistem untuk menganalisa dan memonitor media sosial yang berbasis teknologi big data.

Nama Miguel Oliveira yang menjuarai GP Mandalika, tak muncul di 5 besar trending itu. Begitu juga juara kedua Fabio Cuartararo dan juara ketiga, Johan Zarco. Para kampiun dunia GP tersebut kalah trending oleh seorang yang bernama Rara Isti Wulandari, pawang hujan asal Bali. Tidak berlebihan untuk mengatakan dia satu-satunya nama Indonesia yang berhasil mentas dalam perhelatan MotoGP Mandalika yang menelan biaya 2,3 trilyun rupiah. Mungkin juga dalam sejarah GP. Buktinya, sebagian pembalap dunia memberi perhatian khusus dengan mentwit foto dan video Rara di akunnya masing-masing. Fenomena Rara belum pernah terjadi di GP manapun, kata mereka.

Panggung Pawang

Pagalaran MotoGP di sirkuit Mandalika (18-20 Maret) mencapai puncaknya Minggu (20/3). Acara itu dihadiri oleh Presiden Jokowi bersama sejumlah menteri dan pejabat negara lain. Tribun dipenuhi sekitar 65 ribu penonton. Agaknya itu pertama kali Satgas Covid19 bungkam seperti tutup mata pada kerumunan “teroganisir” yang berpotensi menjadi kluster baru penularan virus corona di Tanah Air. Dari aspek penonton, penyelenggaraan MotoGP Mandalika jelas sukses. Hotel atau tempat penginapan di Lombok Timur, NTB, dan tenda-tenda darurat di sekitar area GP, dilaporkan penuh.

Namun, semua keberhasilan itu seperti tertutupi viralnya penampilan sosok Sang Pawang. Hujan yang mendadak turun deras menyebakan perhelatan MotoGP ditunda lebih satu jam. Masa itu menjadi panggung Rara. Sejak pagi video “Tutorialnya” terkait tugas mengendalikan hujan, beredar di masyarakat.

Memang, satu-satunya orang Indonesia yang “mengaspal” di area balapan hanya dia. Di tengah guyuran hujan, mengenakan topi pekerja proyek, ia mondar- mandir di area balap. Mulutnya komat kamit membaca mantra, diseling teriakan-teriakan seperti menghalau hujan. Atraksinya otomatis menarik perhatian seluruh penonton. Entah paham betul atau tidak apa yang dilakukannya. Tangan kanan Rara aktif bergerak memukul-mukul cawan di tangan kirinya. Sesekali tangannya menunjuk ke langit. Sampai kemudian cahaya matahari menampakkan diri tanda hujan mulai reda.

Spontan aplaus panjang pun menggema dari arah tribun. Penampilan aksi Rara jauh lebih menarik dalam tampilan video-video pendek dengan berbagai angle. Entah siapa yang menyebarkan, namun sepanjang hari tersebar luas di grup-grup Whats App masyarakat.

Sia-sia Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjelaskan fenomena hujan di Mandalika itu secara teknologi. Kepada media, Koordinator Laboratorium Pengelolaan TMC BRIN, Budi Harsoyo, memberi penjelasan secara tertulis. Secara ilmiah, katanya, ada teknologi yang disebut Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC). Menurut Budi, dengan itulah TMC bekerja. Pihaknya mengerahkan armada pesawat beroperasi di jalur penyemaian awan. TMC kemudian melepaskan bahan semai dari unsur kimia yang mampu menjatuhkan hujan di luar area sirkuit.

“Sebelum awan- awan mendekat, kita cegat, dan jatuhkan hujan di luar Mandalika. Begitu melihat ada awan tumbuh baru, segera pesawat terbang lagi dan jatuhkan kembali hujan di luar lokasi. Begitu seterusnya,” jelas dia.
Upaya tersebut berhasil dibuktikan pada 18 dan 19 Maret. TMC berhasil mengeliminasi hujan dari Mandalika ke perairan selatan Pulau Lombok. Lalu, kenapa tetap hujan turun deras kemarin? “TMC menghadapi tantangan terberat di hari itu. Embusan angin mendadak berubah arah. Dua hari (18-19 Maret) arah angin berasal dari tenggara ke selatan. Pas hari H berubah dari arah utara karena low pressure sudah bergeser di selatan Pulau Lombok,” terang Budi.

Di sinilah soalnya. Menjadi rezeki buat Rara. Apalagi, menurut pengakuan pawang itu, Mandalika bukan proyek pertamanya dengan negara. Pada Asian Games 2018, dia sudah terlibat. Saat syukuran kemenangan Jokowi – Maruf Amin pada Pilpres 2019, Rara juga yang tangani pengendalian hujan waktu itu.

Fenomena Rara menarik untuk disimak. Aksinya memang sempat menuai kontroversi. Bagaimana Lombok, NTB, yang masyarakatnya terkenal religius, dengan julukan “daerah sejuta masjid” bisa mempercayakan pengendalian cuaca pada pawang? Kalau ini diulas bakal panjang ceritanya. Yang dikritik urusan itu berdalih, kearifan lokal di mana pun harus dihormati. Ada juga yang berkilah, Mandalika adalah Kawasan Ekonomi Khusus, kendalinya ditangan pemerintah pusat, bukan pemerintah daerah. Ya, sudahlah, sudah menjadi rezeki Rara. (*)