Oleh: Pradikta Andi Alvat
CPNS Analis Perkara Peradilan (Calon Hakim) Pengadilan Negeri Rembang

Dalam doktrin hukum pidana, pembunuhan berencana disebut sebagai dolus premeditatus, yang memiliki 3 unsur, yakni: pelaku dalam memutuskan kehendak dalam keadaan tenang, terdapat jeda waktu yang cukup antara memutuskan kehendak dengan melakukan perbuatan, pelaksanaan perbuatan dalam keadaan tenang. Singkat kata, dolus premeditatus mensyaratkan adanya kematangan, hal ini berbeda dengan pembunuhan biasa yang bersifat sekonyong-konyong.

Rumusan Pasal pembunuhan berencana diatur dalam Pasal 340 KUHP yang berbunyi: “Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun”

Berdasarkan tiga teori tentang kesengajaan dalam hukum pidana, pembunuhan berencana termasuk dalam kategori kesengajaan sebagai maksud. Selain kesengajaan sebagai maksud, dikenal juga kesengajaan sebagai kepastian, dan kesengajaan sebagai kemungkinan (dolus eventualis).

Kesengajaan sebagai maksud artinya adalah perbuatan untuk melakukan tindak pidana merupakan tujuan yang diinsyafi. Sebagai tujuan, maka didalamnya pasti terkandung motif. Sengaja dengan motif memang dua hal yang berbeda, sengaja belum tentu memiliki motif (sengaja sebagai kemungkinan dan sengaja sebagai kepastian) namun corak kesengajaan sebagai maksud pasti membutuhkan motif. Motif sendiri adalah sesuatu hal yang mendorong dan menjadi dasar alasan mengapa seseorang melakukan suatu perbuatan (tindak pidana).

Namun yang perlu diperhatikan bahwa dalam pembuktian hukum pidana, pembuktian adalah bagaimana membuktian pebuatan pelaku apakah sesuai dengan rumusan beserta unsur-unsur dalam Pasal yang dikenakan. Oleh sebab itu, pemenuhan unsur-unsur delik dalam sebuah pasal adalah hal yang utama dalam pembuktian hukum pidana.

Dan terkait motif, perlu dipahami, bahwa tidak semua konstruksi Pasal dalam aturan hukum pidana (KUHP) itu memasukkan unsur motif sebagai elemen atau unsur delik. Dalam konstruksi Pasal 340 KUHP (pembunuhan berencana) di atas, tidak terdapat unsur motif dalam konstruksi delik. Unsur motif dalam konstruksi delik biasanya diejawantahkan dengan kalimat “Dengan maksud” atau alasan “karena”..

Konsekuensi jika unsur motif tidak menjadi rumusan delik, maka penyidik tidak perlu mengungkap atau menggambarkan motif itu dalam penyidikan dan jaksa penuntut umum tidak perlu menguraikannya dalam dakwaan. Sebaliknya, jika motif menjadi unsur delik, maka penyidik wajib mengungkap dan jaksa penuntut umum harus membuktikannya.

Secara ineliable, dalam kasus pembunuhan berencana, memang sudah pasti membutuhkan dan memiliki motif, namun karena motif tidak menjadi unsur delik, penyidik tidak perlu mengungkap atau menggambarkan motif dan penuntut umum tidak perlu menguraikan motif tersebut dalam dakwaan. Walaupun motif tidak diuraikan, terdapat sarana lain yakni barang bukti dan alat bukti yang secara obyektif bisa digunakan untuk membuktikan unsur “Dengan sengaja” beserta rumusan delik dalam Pasal 340 KUHP.

Sedangkan contoh delik pidana yang menyertakan motif dalam rumusan misalnya Pasal 341 KUHP “Seorang ibu yang dengan sengaja menghilangkan jiwa anaknya pada ketika dilahirkan atau tidak berapa lama sesudah dilahirkan, karena takut ketahuan bahwa ia melahirkan anak dihukum karena makar mati terhadap anak, dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun”.

Dalam pembuktian Pasal 341 KUHP, penyidik (dalam penyidikan) dan jaksa penuntut umum dalam dakwaan di persidangan harus membuktikan bahwa alasan dari ibu yang melakukan pembunuhan terhadap anaknya didasari motif karena takut ketahuan bahwa dia melahirkan anak. Jika motif ibu membunuh anaknya bukan karena alasan tersebut, misalnya motif ekonomi (takut tidak mampu membiayai) maka sang ibu tidak bisa dikenakan Pasal 341 KUHP melainkan Pasal 338 atau Pasal 340 KUHP. (*)