Deep Learning (Harapan di tengah kedangkalan Hasil Belajar)
Oleh : Rizki Syamsul Fauzi *)
Sudah sejak lama kondisi pendidikan Indonesia belum menemui titik terang. Problem yang saling sengkarut menjadi sebab stagnasi mulai dari problem aksesibilitas, infrastruktur yang semuanya bermuara kepada political will pemerintah sebagai pemangku kebijakan yang mana apakah akan mengambil keputusan yang akan mendobrak stagnasi tersebut atau tidak.
Sebagai aspek utama yang menggerakan peradaban, pendidikan telah memberikan bukti bahwa hanya dengan mengarusutamakan pendidikan, kemanusiaan akan selamat. Jika kepentingan pendidikan bukan menjadi prioritas maka akan hancurlah kemanusiaan itu sendiri.
Upaya-upaya konstruktif terus dilakukan baik oleh pemerintah, maupun swasta demi kemajuan pendidikan yang diharapkan. Namun yang jadi problem ketika berbicara pendidikan adalah hasil yang diharapkan, tidak seperti aspek yang lain.
Sebagai contoh, misalnya pertumbuhan ekonomi yang mampu dilihat hasilnya (dalam skala yang mikro) itu bisa dinilai dan dievaluasi dengan waktu yang singkat misal 1 tahun atau bahkan triwulan pertama (3 bulan).
Akan tetapi ketika berbicara pendidikan akan terlihat dalam kurun waktu yang cukup lama. Bahkan konferensi dunia yang dimaksudkan untuk membicarakan segala problem dan kemajuan pendidikan di tingkat global dilaksanakan dalam kurun waktu 15 tahun sekali dan yang terakhir dilaksanakan di Korea Selatan pada tahun 2015.
Fakta tersebut menjadi bukti dan harus menjadi perhatian yang sangat serius bahwa Trial and Error dalam pendidikan jangan dilakukan secara main-main sebab dampaknya akan mengakar juga dampaknya akan besar terhadap keadaan Sumber Daya Manusia.
Dalam lintasan historis, perubahan kurikulum pendidikan di Indonesia terjadi beberapa kali. Perubahan tersebut merupakan respon atas berbagai macam hal. Sebagai contoh jika mengambil perspektif perubahan zaman bagaimana tuntutan untuk mengikuti arus perkembangan teknologi, sehingga muatan materi yang ada dalam pembelajaran diharuskan mengadaptasi penggunaan teknologi.
Perubahan tersebut memicu berbagai macam respon yang berbeda di setiap kepemimpinan Kementrian Pendidikan. Kesuksesan dan kegagalan kepemimpinan dalam tubuh Kementerian Pendidikan tercermin dari bagaimana Menteri Pendidikan memutuskan pendekatan apa yang tepat untuk merespon keadaan tersebut yang juga disesuaikan dengan keadaan aktual pendidikan di Indonesia. Adaptasi yang sesuai dengan keadaan aktual akan membangun pendidikan secara perlahan dan kecil kemungkinan akan terjadi hiruk pikuk publik.
Peluru yang tepat mengenai target
Pemetaan terhadap suatu masalah harus diawali dengan identifikasi secara mendalam dan komprehensif, karena jika identifikasi masalahnya saja keliru maka solusi yang akan dihasilkan pun akan kacau. Dibutuhkan sosok yang kompeten dan mumpuni untuk melihat celah masalah secara cermat.
Cermat dalam arti mampu memprioritaskan mana saja masalah yang harus segera diselesaikan dengan pendekatan yang tepat dan akurat, meski riak-riak di publik akan terjadi. Namun solusi yang ditawarkan mampu menembus inti masalah.
Pada akhirnya Abdul Mu’ti ditunjuk oleh Presiden Prabowo Subianto untuk bertanggung jawab membenahi kondisi Pendidikan di Indonesia, khususnya pendidikan dasar. Sebagai seorang akademisi yang berlatar belakang pada konsentrasi studi ilmu pendidikan legitimasi beliau tidak perlu diragukan.
Dalam konteks membedah sistem pembelajaran akhirnya beliau mengubah pendekatan pendidikan dengan pendekatan yang tepat yakni “Deep Learning.”
Deep Learning adalah sebuah pendekatan yang memaksimalkan proses belajar secara mendalam dan komprehensif demi pembelajaran yang lebih bermakna. Pendekatan ini merupakan antitesis dari Surface Learning yang mana pembelajaran dilaksanakan secara dangkal sehingga hasil belajar yang didapat tidak maksimal untuk menunjang kemampuan berpikir kritis siswa.
Pendekatan ini memiliki tiga prinsip dasar diantaranya adalah mindful learning, meaningful learning dan Joyful Learning. Mindful Learning maksudnya adalah upaya yang berfokus kepada usaha untuk membangun kemampuan berpikir kritis siswa dengan strategi strategi pembelajaran yang dapat menstimulasi siswa sebagai contoh misalnya pembelajaran berbasis masalah.
Kemudian meaningful learning adalah upaya pembelajaran bagaimana partisipasi aktif antara guru dan siswa untuk membangun pembelajaran yang aktif dilaksanakan secara kolaboratif sehingga proses pembelajaran yang dilaksanakan penuh dengan nilai bersama. Dan yang terakhir adalah Joyful Learning, Joyful Learning bertujuan agar pembelajaran dilaksanakan dengan kesan yang menyenangkan sehingga kesan yang terbangun tidak kaku.
Dengan pendekatan ini harapan Abdul Mu’ti adalah bagaimana siswa-siswi Indonesia mampu bersaing di kancah global, mampu mengimplementasikan ilmu dan pengetahuan yang didapat dalam kehidupan sehari-hari. (**)
*) Penulis : Pengajar Geografi di Ganesha Operation di Kota Tasikmalaya.
