Oleh : Dahri Maulana

Sebanyak 40 jurnalis dari media cetak dan online, yang tergabung dalam Presidium Wartawan 789 Sumatera Selatan, Kamis (15/5/2025), menyusuri Sungai Kelekar, menggunakan ‘Perahu Ketek’ (sampan kayu bermesin diesel-red). Sambil berwisata, agenda perjalanan ini sebenarnya fokus pada ‘survei’ potensi yang patut dikembangkan Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir sebagai pemilik sungai. Baik potensi wisata air maupun potensi ekonomi berbasis kearifan lokal lainnya.

==================================

Rombongan dibagi menjadi empat kelompok pada empat perahu, siap berangkat dari Dermaga Seleb Desa Talang Pangeran, Pemulutan Barat (f/dahri maulana)

OGAN ILIR | Populinews.com – Apa yang hendak ‘ditawarkan dan dijual’ kepada wisatawan oleh Pemkab Ogan Ilir di sepanjang Sungai Kelekar, yang melintasi banyak desa? Pertanyaan inilah yang bikin otak kanan penulis — mungkin juga para jusnalis senior (wartawan 789) yang ikut rombongan — harus berpikir keras, ketika akan memulai perjalanan ekspedisi perdana susur sungai tersebut.

Perjalanan dimulai pada pukul 07:45 WIB dari titik kumpul di depan Mesjid Agung Palembang, lalu menuju dermaga Talang Pangeran, Kecamatan Pemulutan Barat, menggunakan bus milik Pemkab Ogan Ilir. Perjalanan darat ditempuh hampir dua jam. Pagi itu cuaca cukup cerah, setelah hujan semalaman.

Meski jalan mulus beraspal dan cor beton, tapi muncul rasa was was-was, karena track yang dilalui sempit – terutama ketika memasuki jalan Desa Palem Raya Pemulutan Barat, bus harus beringsut ketika berpapasan dengan kendaraan lain — apalagi truk barang — dari arah berlawanan. Sementara di kiri kanan sepanjang jalan cor beton yang lebarnya hanya 3 meteran, curam tanpa pembatas.

Tiba di Pelabuhan Talang Pangeran, jarum jam sudah menunjukkan pukul 09:05 WIB. Ada perasaan sedikit lega, karena perjalanan lancar tanpa masalah. Hanya saja, ada hal yang ganjil ketika kaki melangkah memasuki area halaman pelabuhan, yang bernama Seleb ini. Karena tidak ada satupun kendaraan roda empat maupun roda dua yang terparkir disana. Baik kendaraan umum, maupun kendaraan pribadi milik pejabat atau pegawai kantor di pelabuhan itu.

Gedung Utama Dermaga Desa Seleb Talang Pangeran yang terbengkalai penuh coret dan rusak disana sini. (f/dahri maulana)

”Tempat ini sekarang sepi, pak. Gedung dermaga ini tak ada pegawai lagi, dan dibiarkan tak terurus,” ujar seorang Ibu paruh baya, tiba-tiba berucap kepada penulis yang tengah mengambil foto beberapa sudut bangunan pelabuhan yang penuh dengan coretan. Ia seperti ingin berkeluh kesah, karena dulu si Ibu mengaku sempat berdagang asongan, mencari nafkah di pelataran pelabuhan ini.

Tak terurus, kusam dan terbengkalai, adalah fakta tak terbantahkan yang disebut si Ibu. Karena hampir semua bagian bangunan kantor dan ruang tunggu penumpang di pelabuhan ini, memang sudah rusak total, penuh coretan tangan-tangan jahil bahkan berlumut. Pemandangan lain yang tak sedap dilihat adalah menara air yang galonnya berkarat, Plafon atap jebol, kaca ruangan pecah, bahkan engsel pintu pun banyak yang terlepas.

Lagi-lagi, muncul pertanyaan. Apa yang mau ditawarkan Pemkab Ogan Ilir kepada wisatawan, untuk River Tourism (Wisata Sungai), jika jalan darat menuju dermaga yang menjadi gerbang masuk pengunjung untuk bisa menyusuri sungai, sempit dan berjurang. Ditambah lagi kondisi pelabuhan yang mangkrak tak terurus seperti itu?

Ini mungkin bisa menjadi catatan penting, jika ingin Sungai Kelekar dijadikan destinasi wisata air (water tourism). Kemudahan dan kenyamanan akses adalah unsur penting yang harus disediakan, selain beberapa infrastruktur penunjang lainnya. Tentu tidak saja butuh perhatian Pemkab Ogan Ilir, tapi juga pemerintah provinsi Sumatera Selatan.

Pendataan wartawan 789 peserta susur sungai tahap akhir, di plantar pelabuhan Talang Pangeran, Pemulutan Barat. (f/Dahri Maulana)

Gunakan 4 Ketek

”Dewi Gustiana…!” tiba-tiba terdengar suara keras micropon memanggil nama salah seorang wartawan peserta susur sungai. Suara itu bersumber dari pelataran pelabuhan bagian belakang. Di sini rupanya rombongan wartawan sedang diabsen oleh petugas gabungan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Dinas Perhubungan dan Diskominfo Ogan Ilir, sembari memberikan jaket pelampung, untuk langsung dipakai.

Selain itu, peserta juga diberikan buku selayang pandang mengenai Desa Burai, Kecamatan Tanjung Batu, yang terkenal dengan Desa Warna-warni, dan pernah mendapat juara II nasional pada lomba desa Ekowisata. Terakhir sekotak snack untuk bekal seluruh peserta dalam perjalanan.

Dari dermaga ini terlihat jelas arus sungai Kelekar yang mengalir ke arah timur. Airnya sedikit keruh. Sejumlah nelayan berperahu kecil juga terlihat di pinggir – pinggir sungai, sambil memancing, menangkul (waring) dan menggunakan jaring panjang, untuk mendapatkan ikan.

Jenis Dan Harga Ikan Tigerfish, Datnoid atau Datz banyak terdapat di Sungai Kelekar. (f/ist)

Di sungai terbesar kedua di Bumi Caram Seguguk, ini ternyata ada satu jenis ikan yang sangat dicari para nelayan. Namanya Tiger Fish (Ikan Harimau), sejenis ikan bersisik putih halus, ada juga bersisik kuning emas, bermulut runcing, mirip ikan Gurami tapi berbelang hitam mirip harimau. Ia dijadikan ikan hias, khas Sungai Kelekar.

”Kalau belangnya melingkari seluruh badan dan ikannya sebesar telapak kaki orang dewasa, harga per ekornya antara Rp 500 ribu sampai Rp 1 Juta. Tapi jika belangnya hanya di bagian samping saja, tidak melingkari perut, harganya paling mahal Rp 250 ribu per ekor,” kata salah satu petugas Dishub Ogan Ilir, yang baru saja membeli ikan tersebut dari nelayan yang hunting di sungai Kelekar, sambil menujukkan videonya.

Terbesit dalam pikiran, jika memancing ikan Tiger Fish ini dijadikan ajang lomba, mungkin banyak juga para pemancing-mania, baik lokal maupun nasional yang mau ikut jadi peserta. Seperti berburu Arwana di Sungai Kapuas Kalimantan, yang kerap menjadi event wisata para pemancing mania dari berbagai negara. Apalagi, Tiger Fish hanya ada di Sungai Kelekar Ogan Ilir, belum terdengar terdapat di daerah lain di Indonesia.

Ogan Ilir beruntung karena dekat dengan Kota Palembang, ibukota Provinsi Sumsel. Karena itu bila objek wisata telusur sungai ini berkembang, maka wisatawan atau siapapun yang datang ke kota Palembang, dapat meluangkan waktu sehari untuk “berlayar” sambil menikmati udara segar dan keaslian alam di sepanjang sungai di Bumi harapan, Ogan Ilir ini.

Perserta bersemengat menempuh perjalanan sungai. (f/dahri maulana)

Perlu Konsep Mendasar

Diawali dengan membaca doa sesuai agama masing-masing, seluruh peserta satu persatu naik ke atas perahu dari dermaga apung di pelabuhan ini. Ada 4 perahu ketek berkapasitas 20 penumpang, yang disiapkan Dinas Perhubungan Ogan Ilir, masing-masing diisi 10 wartawan plus satu petugas kesehatan dan staf Kominfo.

Untuk pengamanan sepanjang perjalanan, ada sejumlah petugas BPBD yang mengawal dengan speedboat perahu karet. Selain itu, sejumlah staf pegawai Diskominfo juga menemani rombongan di setiap perahu.

Perahu pertama, mulai lepas tali dari dermaga sekitar pukul 09.15 WIB, disusul tiga perahu berikutnya. Hentakan suara mesin diesel dan asap hitam tebal mulai membubung, menandai dimulainya ekspedisi River Tourism sungai Kelekar, yang ditaksir akan memakan waktu 4-5 jam, untuk sampai ke titik akhir, yakni Desa Burai Darussalam.

Memasuki Desa Sri Banding, desa kedua sesuai rute perjalanan, air sungai terlihat agak jernih. Tidak ada sampah potongan kayu, sampah plastik dan sampah rumah tangga lainnya, yang biasa dijumpai di sungai-sungai di kota-kota besar. Ini sekaligus membuktikan bahwa masyarakat yang hidup di sepanjang sungai Kelekar sudah menyadari pentingnya menjaga kebersihan air sungai, dan tentu saja bisa menjadi nilai plus, untuk mendukung program wisata air dan susur sungai.

WC Terapung atau Bong, yang masih digunakan masyarakat. (f/dahri maulana)

Hanya saja, yang sedikit merusak pemandangan, adalah fasilitas ‘Bong’ atau WC terapung milik penduduk desa, yang masih terlihat di beberapa titik di sisi sepanjang sungai. Program sanitasi, sepertinya masih menjadi PR yang harus diselesaikan bagi setiap desa yang masih memelihara tradisi ‘bongkar muatan’ melalui Bong ini.

Selain ikan Tiger Fish, air yang jernih, udara yang segar, dan keramahan masyarakat desa, hampir di setiap desa yang dilalui banyak sekali rumah-rumah penduduk berbentuk Limasan (Rumah Limas), baik yang menghadap ke sungai maupun yang membelakangi. Selain itu, denyut kehidupan ekonomi masyarakat juga terlihat dari banyaknya keramba-keramba apung ikan Patin, perkebunan kelapa, sawit, singkong, pisang, jagung dan tanaman lainnya, yang berjajar di beberapa titik tepian sungai.

Semua potensi ekonomi ini, tentu memerlukan konsep mendasar yang tepat, agar bisa diubah menjadi potensi ekowisata. Konsep tersebut, tentunya harus dilihat dari motivasi dan tujuan seseorang dalam melakukan perjalanan wisata.

Rumah penduduk desa berbentuk Limas banyak terdapat di sepanjang Sungai Kelekar. (f/dahri maulana)

Ada beberapa jenis pariwisata, yang mungkin pas untuk di kembangkan di Ogan Ilir melalui konsep wisata Air atau Susur Sungai. Yaitu wisata rekreasi (Recreational Tourism). Ini adalah bentuk pariwisata menikmati perjalanan di sungai dengan perahu hias, menikmati kuliner terapung, lalu wisatawan bisa bermalam. Tidak perlu hotel, cukup rumah-rumah limas penduduk desa direvitalisasi, sehingga memberikan manfaat bagi wisatawan untuk menginap, sejaligus memberikan pemasukan bagi pemiliki rumah.

Kemudian Pariwisata untuk edukasi (Education Tourism). Ini adalah bentuk pariwisata yang dilakukan oleh orang-orang yang meninggalkan tempat tinggalnya untuk untuk mencari udara segar, sambil menggali ilmu tentang banyak hal, mulai kebiasan lokal turun temurun, hingga hal-hal yang berkaitan dengan cara cocok tanam pertanian, peternakan, perikanan keramba, bahkan teknis pengobatan tradisional.

Kemudian Pariwisata budaya (Cultural Tourism), adalah bentuk pariwisata yang ditandai
dengan rangkaian motivasi seperti keinginan untuk belajar adat istiadat, nasehat-nasehat leluhur rakyat setempat, studi dan riset pada penemuan-penemuan, mengunjungi tempat-tempat peninggalan kuno bersejarah dan lain-lain.

Keramba Ikan Patin, banyak dijumpai di sepanjang Sungai Kelekar. (f/dahri maulana)

Terakhir adalah Pariwisata olahraga (Sport Tourism). Bentuk pariwisata ini dapat dibedakan
menjadi 2 kategori :

Pertama, Big Sport Events, yaitu peristiwa-peristiwa olahraga besar yang menarik perhatian, baik olahragawannya sendiri maupun penggemarnya (supporter). Misalnya mengadakan lomba Pacu Jalur dengan Perahu (sejenis bidar) atau di Singapura disebut Lomba Perahu Naga serta lomba perahu kano. Kedua Sporting Tourism of the Practitioners, yaitu bentuk olahraga bagi mereka yang ingin berlatih atau mempraktikan sendiri, seperti berburu manjangan, memancing ikan khas lokal seperti Tiger Fish dan lain-lain.

Jika konsep pariwisata air atau susur sungai ini, dijalankan dengan sunguh-sungguh, sangat niscaya suatu masa kita bisa melihat perahu-perahu wisata yang mengangkut wisatawan, berseliweran melintasi Sungai Ogan dan Sungai Kelekar di Kabupaten Ogan Ilir Provinsi Sumatera Selatan. Kita juga bisa meihat banyak kedai kuliner terapung di setiap desa, yang menyediakan makanan khas.

Kampung Wisata Desa Burai dengan ciri khas rumah-rumah penduduk di cat warna-warni. (f/ist)

Memang, konsep ini sepertinya terus dikembangkan oleh pemerintah desa Burai Darussalam serta Pemkab Ogan Ilir. Sebagaimana diungkap Kades Burai, Erik Asrillah, tahun depan pihaknya akan membangun satu kapal wisata berbahan kayu, yang di dalamnya dilengkapi dengan berbagai sajian kuliner, produk UMKM khas Ogan Ilir dan berbabagi cindera mata lainnya.

”Kita sedang mengupayakan untuk mendapatkan bantuan dari Gubernur, untuk mewujudkan impian kapal wisata ini. Pak Bupati sendiri sangat mendukung. Target kita ke depan, Desa Burai menjadi destinasi wisata terbaik di Indonesia,” ujar Erik yang berharap upaya memajukan sektor wisata ini juga dilakukan oleh desa-desa lainnya, yang sejalur dengan Sungai Kelekar.

Namun, sayangnya, meski sudah hampir lima tahun, Desa Burai jadi desa Ekowisata, ternyata tidak menjadi inspirasi bagi desa tetangga lainnya, di sepanjang sungai Kelekar. Seperti Desa Talang Pangeran, Sri banding, Desa Kamal, Desa Sukamerindu Kecamatan Pemulutan Barat. Begitu juga dengan Desa Sudi Mampir, Penyandingan, Tunas Aur, Talang Aur, Ulak Bedil, Ulak Banding, Muara Penimbung, Tanjung Seteko dan Indralaya.

Suasana sepi beigtu terasa, ketika perahu sudha tiba di kawasan Tanjung Senai. (f/dahri maulana)

Termasuk kawasan Desa Tanjung Pering dan Tanjung Baru Kecamatan Indralaya Utara, Tanjung Senai Kecamatan Indralaya sendiri, belum memiliki daya tarik bagi wisatawan luar daerah untuk datang berkunjung, karena memang belum ada tempat wisata yang dibangun, kecuali warung atau kedai makan siang.

Karena itu, tak berlebihan jika Bupati OI, Panca Wijaya Akbar sendiri, jauh sebelum agenda susur sungai wartawan 789 digelar, sudah melakukan survei susur sungai Kelekar secara mandiri, bahkan diawali dari Palembang, dan berakhir di Burai dalam waktu tempuh 12 jam. Ini membuktikan bahwa Bupati memiliki kerinduan besar terhadap hadirnya wisata air yang bertaraf nasional dan internasional di Bumi Ogan Ilir. (*)

Bagikan :