K-MAKI: Penyidikan Dugaan Korupsi Kolam Retensi Simpang Bandara Sebaiknya Dimulai dari Study Kelayakan
PALEMBANG | Populinews.com – Komunitas Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (K-MAKI) Sumsel menyarankan feasibility study (Studi kelayakan) lokasi rencana kolam retensi Simpang Bandara, Kelurahan Kebun Bunga, Kecamatan Sukarami Palembang, sebaiknya menjadi titik awal penyidikan dugaan korupsi yang berpotensi merugikan negara Rp. 39,8 milyar.
”Lokasi atau titik kordinat rencana kolam retensi Simpang Bandara itu, tercatat di dalam dokumen setudi kelayakan, yang disusun tim teknis Dinas PUPR Pemerintah dan Bapeda kota Palembang. Artinya penyidikan kasus ini harus dimulai dari sini,” ujar Deputy K-MAKI Sumsel, Ferri Kurniawan, Sabtu (4/9/2025).
Dikatakan data dokumen study kelayakan itu menjelaskan status tanah rencana kolam retensi Bandara apakah milik individu atau masyarakat ataukah tanah milik negara dan alasan pemilihan titik kordinat secara teknis.
Tim pengadaan tanah rencana kolam retensi tersebut, menjadikan dokumen study kelayakan itu sebagai acuan untuk proses ganti rugi tanah masyarakat atau alih pungsi tanah negara ke negara.
Selain itu Badan Pertanahan Nasional Aagraria dan Tata Ruang (BPN ATR) Kota Palembang, juga menjadi bagian terpenting dari tim pengadaan tanah. Tentu saja peran BPN ini terkait status legalitas tanah yang tercatat dalam buku besar tanah BPN ATR dan iya atau tidaknya diganti rugi.
Dalam proses awal rencana pembangunan kolam retensi ini, BPN ATR kota Palembang melakukan pengukuran tanah dan menerbitkan sertifikat tanah PTSL guna legalitas ganti rugi untuk tanah yg belum bersertifikat, berdasarkan luasan yang dibutuhkan seluas 40.000 M2.
”Menjadi tanda tanya besar, siapa yang diduga merubah peta tanah atau memalsukan data status tanah di buku tanah BPN sehingga layak diganti rugi senilai Rp 39,8 milyar itu,” ujar Ferri.
Kemudian siapa yang menentukan harga tanah mendekati Rp. 1 juta per meter, apakah apreasal, KJPP, Bappenda atau makelar tanah ataukah konspirasi beberapa fihak.
BPKP Perwakilan Sumatera Selatan tidak akan serampangan berpendapat total lost kerugian negara Rp 39,8 milyar kalau tidak berdasarkan data dokumen status tanah yang berasal dari buku besar Kementerian ATR BPN.
Menurut Ferri, dengan mengawali penyidikan dari proses study kelayakan, maka peran PPK pengadaan tanah, peran Kadis PUPR, peran TAPD, peran Pemerintah kecamatan dan fihak – fihak terkait, pasti akan terungkap dalam penyidikan yang kini dilakukan Polda Sumsel.
Akan Ada Tersangka
Sebagaimana diberitakan, kasus dugaan korupsi pengadaan lahan kolam retensi simpang bandara di Kelurahan Kebun Bunga, kini resmi masuk tahap penyidikan setelah dilakukan gelar perkara oleh Subdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda Sumsel. Peningkatan status perkara ini menjadi sinyal bahwa penetapan tersangka akan segera dilakukan dalam waktu dekat.
Sebelumnya, sejumlah saksi telah dimintai keterangan saat penyelidikan berlangsung. Dari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), ditemukan adanya potensi kerugian negara yang mencapai Rp39,8 miliar. Angka itu muncul akibat adanya dugaan mark up harga lahan yang digunakan untuk pembangunan proyek kolam retensi.
Kasubdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda Sumsel, Kompol Kristanto Situmeang, menjelaskan penyidik akan kembali memanggil saksi-saksi yang sebelumnya telah diperiksa pada tahap penyelidikan. Ia menegaskan proses hukum terus berjalan dan meminta waktu agar perkara tersebut bisa dituntaskan.
Menurut Kristanto, kerugian negara yang tercatat berasal dari proyek Dinas PUPR Kota Palembang yang menggunakan anggaran APBD. Dari pendalaman sementara, tanah yang dipakai dalam proyek ini diduga merupakan lahan rawa konservasi milik Pemkot Palembang sendiri, namun tetap dibeli kembali dengan nilai yang jauh lebih tinggi dari harga pasar.
Laporan awal menyebut, lahan seluas 44 ribu meter persegi tersebut dihargai Rp995 ribu per meter oleh Pemkot Palembang. Padahal, harga pasar tidak sampai Rp250 ribu per meter. Ironisnya, pemilik lahan hanya menerima Rp55 ribu per meter, sementara sisanya diduga menjadi ajang mark up hingga mencapai Rp35 miliar.
Informasi lain yang beredar menyebutkan bahwa proyek kolam retensi itu direncanakan untuk menanggulangi banjir di kawasan bandara dan akan dikerjakan dalam dua tahap, masing-masing Rp30 miliar pada 2023 dan Rp32 miliar di 2024. Namun hingga 2025 proyek tak kunjung berjalan, bahkan lahan yang telah dibebaskan justru terbengkalai dan ditumbuhi semak belukar.
Kasus ini kemudian ramai diperbincangkan publik, termasuk di media sosial, karena dana pembangunan disebut mencapai Rp62 miliar. Bahkan lokasi awal proyek yang sebelumnya direncanakan di kawasan Simpang Bandara Kebun Bunga dialihkan ke Jalan Noerdin Panji, Lorong Suka Damai, Kecamatan Sukarami. (dm)

