Jaksa Tuntut Hukuman Mati, Bagi Pelaku Rudapaksa Siswi SMP Hingga Tewas
PALEMBANG | Populinews.com – Tidak tangung-tanggung, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Palembang, menuntut IS (16 Tahun) sebagai otak pelaku rudapaksa hingga tewas terhadap siswi SMP yang berusia 13 Tahun, dengan pidana mati.
Tuntutan tersebut dibacakan oleh JPU, Hutamrin dari Kajari Palembang, dalam persidangan di Pengadilan Negeri Palembang Selasa (8/10/2024). Menurut jaksa tindakan IS sangat keji dan melibatkan tiga anak berhadapan hukum (ABH) lainnya, yang membantu dalam perbuatan tersebut. Mereka adalah MZ (13), NS (12), dan AS (12) telah dituntut dengan hukuman yang berbeda.
IS dikenakan pasal yang sama dengan tiga pelaku lainnya dengan Pasal 76D junto Pasal 81 ayat 5 UU Perlindungan Anak junto Pasal 55 ayat 1 KUHP.I
“Menyatakan perbuatan IS terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan disertai persetubuhan dengan tuntutan pidana mati,” ungkap Hutamrin saat membacakan tuntutan di depan majelis hakim.
Dalam tuntutannya, JPU mengemukakan beberapa hal yang memberatkan hukuman IS. Pertama, IS dianggap sebagai otak dari peristiwa pembunuhan yang merenggut nyawa AA. Kedua, IS berbelit-belit dan tidak mengakui perbuatannya di hadapan hakim majelis. Bahkan selama persidangan ia tidak menunjukkan sikap penyesalan atas tindakannya.
Ketiga, tindakan brutal ini telah menimbulkan kemarahan di kalangan masyarakat Palembang, menciptakan dampak sosial yang signifikan. “Sedangkan untuk hal yang meringankan, kami tidak menemukan alasan apapun yang dapat dijadikan pertimbangan untuk mengurangi hukuman,” tambah Hutamrin.
Proses persidangan untuk kasus ini telah berlangsung selama beberapa bulan, dengan serangkaian saksi dan bukti yang dihadirkan oleh pihak JPU. Kasus pembunuhan ini terjadi pada bulan lalu, ketika AA ditemukan tewas di kawasan Kuburan Cina, Sukabangun Palembang.
Keluarga dan masyarakat setempat merasa sangat terguncang dan geram dengan berita tersebut, menuntut agar keadilan ditegakkan dengan secepatnya.
Selama persidangan, JPU menghadirkan berbagai bukti, termasuk rekaman CCTV yang menunjukkan keberadaan IS dan ABH lainnya di lokasi kejadian, serta laporan autopsi yang mengungkapkan kekerasan yang dialami oleh korban.
“Kami berusaha untuk menyajikan semua bukti yang mendukung dakwaan kami, dan kami percaya bahwa kami telah melakukannya secara transparan,” kata Hutamrin.
Kasus ini telah memicu reaksi luas di kalangan masyarakat Palembang. Banyak yang menyatakan keprihatinan terhadap kasus kekerasan yang melibatkan anak-anak.
Keluarga korban, yang sangat terpukul oleh kehilangan anak mereka, meminta agar hukum ditegakkan tanpa pandang bulu.
“Kami ingin keadilan untuk AA. Kami tidak ingin kejadian ini terulang lagi di masa depan,” ujar salah satu anggota keluarga korban.
Di media sosial, hashtag keadilan untuk AA menjadi viral, dengan banyak pengguna menyerukan hukuman yang berat bagi para pelaku.
Menanggapi tuntutan tersebut, Hermawan SH, kuasa hukum IS dan tiga ABH lainnya, menyatakan bahwa pihaknya akan mengajukan nota pembelaan terhadap tuntutan JPU.
“Kami berencana untuk menyampaikan nota pembelaan, karena menurut kami tuntutan tersebut berlebihan. Kami percaya bahwa dakwaan JPU hanya berdasar pada keterangan saksi N,” jelas Hermawan.
Hermawan juga menekankan bahwa keterangan saksi seharusnya tidak menjadi satu-satunya dasar dalam menentukan hukuman.
“Kami percaya bahwa semua terdakwa, termasuk IS, memiliki hak untuk mendapatkan pembelaan yang adil dan tidak dapat dihukum hanya berdasarkan satu sumber informasi,” lanjutnya.
Beberapa aktivis menyatakan perlunya program pencegahan yang lebih efektif dan pendidikan untuk orang tua dan anak tentang bahaya yang ada.
“Kasus ini menunjukkan betapa rentannya anak-anak kita di lingkungan yang tidak aman. Kita perlu melakukan lebih banyak untuk melindungi mereka,” kata seorang aktivis hak anak.
Kasus pembunuhan dan pencabulan terhadap AA ini merupakan pengingat tragis tentang kekerasan yang masih terjadi di masyarakat.
Dengan tuntutan hukuman mati bagi IS, JPU berusaha untuk memberikan sinyal tegas bahwa tindakan kejam seperti ini tidak akan ditoleransi. (dm)