Dengan Teknologi CCS/CCUS, Pertamina Kejar Swasembada Energi Dan Turunkan Emisi Karbon
JAKARTA | Populinews.com – Melalui akselerasi teknologi Carbon Capture Storage (CCS) dan Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS), Pertamina yakin dapat memenuhi keinginan Presiden RI Prabowo Subianto, agar dalam 4-5 tahun ke depan Indonesia sudah swasembada energi. Selain itu, teknologi yang diciptakan Jepang ini, juga akan mendukung progam energi bersih hingga memenuhi target Net Zero Emmission pada 2060.
Ada statement yang sangat penting, ketika Presiden Prabowo Subianto berpidato usai dilantik di Gedung Nusantara, kompleks parlemen, Jakarta, Minggu (20/10/2024) lalu. Prabowo menegaskan pentingnya bekerja sama serta berkolaborasi bersama untuk mewujudkan Indonesia swasembada energi.
Swasembada energi menjadi penting untuk diwujudkan segera, karena menurut Prabowo, negara lain tidak akan menjual begitu saja sumber energi mereka dalam keadaan kritis atau genting. “Jika dalam keadaan kritis dan genting tidak akan ada negara lain yang menjual barang mereka untuk kita beli,” ujar Prabowo yang mengawali pidato pertamanya, sebegai Presdien RI masa bakti 2024-2029 ini.
Swasembada energi, tentu sebuah keniscayaan dan bukan hal mustahil untuk diwujudkan. Sebab Indonesia memiliki banyak sumber-sumber energi alternatif yang dapat dimanfaatkan. Namun, hingga sekarang ketergantungan RI terhadap sumber energi impor masih sangat besar, terutama Migas.
“Kita harus swasembada energi dan kita mampu untuk swasembada energi karena kita diberi karunia oleh Tuhan Yang Maha Besar tanaman-tanaman yang membuat kita bisa menjadi tidak bergantung dengan negara lain. Seperti kelapa sawit dapat menjadi solar dan bensin. Kita juga punya tanaman-tanaman lainya seperti singkong, tebu, sagu, jagung dan lain-lainnya,” tutur Prabowo.
Selain berbasis tanaman, Prabowo juga juga munuturkan Indonesia memiliki sumber energi lain seperti air, dan panas bumi yang tersedia sangat banyak di Indonesia. “Kita juga punya energi bawah tanah geothermal yang cukup, kita punya batubara yang sangat banyak, kita punya energi dari air yang sangat besar yang dapat dimanfaatkan,” lanjutnya.
Keinginan presiden ini, tentu harus direspon oleh semua BUMN yang dinaungi Kementerian ESDM, terutama Pertamina (Pesero). Sebab berdasarkan Data Kementerian ESDM saat ini Indenosia masih harus menimpor menyak mentah 1 juta ton BPOD (Barrel of Oil Per Day) untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang mencapai 1,2 juta ton BPOD.
Akibat ketergantungan impor tersebut Indonesia harus menghabiskan devisa negara sekitar Rp 500 triliun pertahun. Sebuah angka yang sangat fantastis, yang jika dibiarkan terus, akan semakin membengkak, seiring meningkatnya kebutuhan Migas dalam negeri.
Oleh karena itu pemerintah terus mengupayakan untuk menekan impor migas dan mencapai target swasembada energi, dengan cara menghadirkan lapangan Migas baru serta mengaktifkan kembali sumur-sumur yang berstatus idle atau menganggur.
Apa yang disampaikan Presiden Prabowo, sebenarnya sejalan dengan program yang dilakukan Pertamina (Persero) dalam upaya memenuhi kebutuhan Migas nasional, seta memenuhi target energi bersih yang berkelanjutan.
Pertamina juga sangat tahu jika saat ini terdapat sebanyak 44.985 sumur migas di Indonesia. Tapi yang aktif berproduksi cuma sebanyak 16.433 sumur. Sisanya 28.522 sumur Idle (menganggur). Namun 11.562 sumur idle yang memang sudah berusia tua itu, kini sedang dalam penelitian untuk diaktifkan kembali.
Info terkini yang dierima Populinews.com, dari 11.562 sumur tersebut, sebanyak 4.495 sumur dinyatakan masih potensial untuk dilanjutkan beproduksi. Dan sebanyak 1.721 sumur yan p otensial itu merupakan milik Pertamina, sedangkan sisanya dibawah pengelolaan KKKS.
Lakukan Perubahan Besar
Untuk menekan impor migas tersebut, Pertamina (Persero), telah melakukan perubahan besar di sektor hulu migas. Itu dilakukan sejak tahun 2022 lalu, dimana Pertamina mulai menggunakan teknologi teknologi Carbon Capture Storage (CCS)/Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS), yakni melakukan injeksi uap panas C02 di Lapangan Pertamina EP Jatibarang Field, Indramayu, Jawa Barat. Teknologi ini juga dikenal sebagai proses EOR (Enhance Oil Recovery)
Injeksi C02 merupakan realisasi kerja sama antara Pertamina (Persero), Pertamina EP, dengan Japan Oil, Gas and Metals National Corporation (JOGMEC), guna mendukung target produksi migas nasional 1 juta BOPD dan 12 ribu MMSCFD tahun 2030 serta Net Zero Emission tahun 2060. Sebab proses injeksi ini pada saat yang bersamaan juga bisa berkontribusi terhadap penurunan emisi CO2 , dimana CO2 tersebut dapat disimpan di reservoir-reservoir secara permanen.
Sebenarnya teknologi ini, sudah lama diterapkan di lapangan minyak Weyburn di Canada tahun 1993 dan Sleipner di Norway 1996. Negara-negara ini merupakan contoh penerapan Peningkatan Produksi Minyak dengan Injeksi CO2 pada Lapangan Minyak Tua. Belakangan teknlogi ini mendapat perhatian serius dari para peneliti di Jepang.
Teknik penerapan teknologi CCUS adalah menyuntikkan CO2 hingga memasuki reservoir-reservoir pada sumur migas, dan CO2 itu bergerak melalui pori-pori batuan, bertemu dengan tetesan sisa minyak mentah, bercampur dengan minyak, dan membentuk bank minyak terkonsentrasi, yang kemudian disapu menuju sumur produksi.
Saat ini potensi penyimpanan CO2 pada lapangan-lapangan minyak tua di seluruh dunia adalah sangat besar, diestimasi sekitar 675 – 900 Giga Ton dapat disimpan secara permanen. Bila teknologi ini diterapkan diseluruh lapangan tua minyak di dunia, maka kontribusinya bisa meningkat jauh lebih besar. Sementara di Indonesia ada sekitar 530 Giga Ton potensi cadangan CO2 yang tersimpan.
Dengan teknologi CCUS ini, banyaknya konsentrasi gas-gas greenhouse di lapisan atmosfir itu, secara otomatis akan berkurang, karena sudah dinjeksikan ke perut bumi yang mengandung cadangan migas tersebut.
Seperti di Indonesia, banyak lapangan-lapangan minyak dan gas yang mempunyai kadar CO2 tinggi (contoh lapangan Natuna), dan sumber-sumber CO2 hasil proses pembangkit tenaga listrik bahan bakar minyak maupun CO2 dari proses kegiatan kilang LNG/LPG, yang memyebabkan tipisnya lapisan ozon, sehingga menjadi problem global warming (pemanasan global). Tapi dengan teknologi injeksi CO2 CCUS, global warming sudah bisa diatasi.
Yang menarik, implementasi injection C02 ini bisa dimonitor dengan sistem digital 24 jam, dengan aplikasi bernama Data Acquisition Realtime Analyzer Command Center (DARACO.CO). Digitalisasi sistem ini mampu memonitor seluruh aktivitas Injection CO2 beserta Sumber Daya Manusia (SDM) di area operasional Lapangan Migas.
Ada tiga tahap utama dalam implementasi CCS/CCUS ini yang harus dimonitor. Pertama adalah bagaimana memantau udara panas (CO2) dari sumbernya. Kedua adalah bagaimana transportasi CO2 dari sumber ke reservoir dan ketiga bagimana injeksi dan pengawasan monitoring pasca injeksi CO2.
Selain sudah diujicoba di Feld Jatibarang, Indramayu, pada 14 Oktober 2024 lalu, teknologi CCUS ini juga dilakukan di Lapangan Sukowati Bojonegoro Jawa Timur. Ini sekalgus menjadi contoh akselerasi pengembangan teknologi di lapangan-lapangan Migas lain di Indonesia.
Kegiatan Injeksi C02 dilaksanakan langsung oleh Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati bersama Deputy Director General CCS Project Department, JOGMEC Hiroshi Okabe, General Manager Asia Carbon Neutral Business Department, JAPEX Kyoko Okamoto, Japan Embassy Yuichiro. Hadir juga Direktur Teknik dan Lingkungan Migas, ESDM Noor Arifin Muhammad, perwakilan SKK Migas, PJ Bupati Bojonegoro, Adriyanto.
Direktur Strategi Portofolio dan Pengembangan Usaha Pertamina Salyadi Saputra, Direktur Utama Pertamina Hulu Energi (PHE) Chalid Said Salim, Direktur Pengembangan & Produksi PHE Awang Lazuardi, Direktur Utama PDSI Avep Disasmita dan Direktur Operasi Elnusa, Endro Hartanto.
“Keberhasilan proyek ini diharapkan dapat menjadi model bagi inisiatif serupa di masa depan, dan dapat menciptakan efek multiplier yang positif, dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Jadi ada dua hal yang bisa kita capai, yaitu pertama kita bisa menurunkan emisi karbon dan yang kedua adalah meningkatkan produksi minyak,” ujar Nicke Widyawati.
Nicke menambahkan, proyek ini juga menciptakan peluang investasi. Karena dengan menerapkan teknomlogi CCUS ini, peluang bisnis baru ini terbuka lebar karena Indonesia memiliki potensi penyimpanan emisi karbon C02 hingga 530 gigaton. Indonesia memiliki potensi untuk bisa menjadi carbon capture hub di regional.
“Dengan secara pararel melakukan upaya peningkatan produksi dan juga secara potensial menyimpan CO2 yang besar, Indonesia dapat menarik investasi dalam proyek-proyek CCUS, terutama dari negara-negara maju, seperti dalam hal ini Jepang. Hal ini tidak hanya akan meningkatkan kapasitas penyimpanan CO2 tetapi juga mendorong inovasi dalam industri terkait,” terang Nicke.
Selain di Sukowati Jawa Timur, Pertamina bersama mitra juga tengah menerapkan implementasi teknologi CCS/CCUS di berbagai lapangan migas seperti di Sumatera Tengah, Sumatera Selatan, Asri Basin, Jatibarang, Gundih, Kalimantan Timur dan Sulawesi Tengah.
Sementara itu, Vice President Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso mengatakan kerja sama dengan JOGMEC dan JAPEX merupakan komitmen Perusahaan dalam mempercepat penerapan teknologi CCUS di lapangan migas Pertamina.
“Kerja sama strategis dengan Jepang telah berhasil dilakukan di Lapangan Jatibarang Indramayu dan sekarang dilanjutkan di Lapangan Sukowati, Bojonegoro Jawa Timur. Kerja sama ini merupakan komitmen Pertamina dalam dekarbonisasi sekaligus meningkatkan produksi migas nasional,” ujar Fadjar.
Injeksi C02 menggunakan teknologi peralatan yang didesain khusus secara tepat guna untuk melakukan injeksi CO2 dengan volume 100 ton per hari selama 25 hari. Injeksi C02 dilakukan di SKW-26 dengan fase liquid atau gas pada tekanan sumur sebesar 1000 – 1500 psi.
Fadjar menambahkan, injeksi C02 inter-well injection merupakan uji coba tahap kedua setelah injeksi tahap pertama yang dilakukan dengan metode huff and puff di Lapangan Sukowati pada akhir tahun 2023.
“Setelah dilakukan injeksi tahap kedua, Pertamina akan melakukan evaluasi terhadap peningkatan produksi migas untuk nantinya dilakukan penerapan penuh teknologi CCUS dengan CO2-EOR di Lapangan Sukowati serta dilanjutkan di lapangan migas lainnya,” imbuh Fadjar.
Sementara itu, Puslitbang Migas (Lemigas) meberikan data bahwa penerapan CCS/CCUS diproyeksikan cukup efektif mengingat hasil kajian ternyata di Indonesia potensi penyimpanan CO2 sebesar sekitar 2 giga ton yang tersebar di beberapa wilayah, di Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Papua. Dan potensi saline aquifer 9,68 giga ton CO2 dari cekungan Sumatera Selatan dan Jawa Barat.
Energi Baru Terbarukan
Selain meningkatkan produksi miga sdan menekan emisi karbon, dalam raodmap bisnisnya, Pertamina juga terus menggeber bidang bisnis biofuels (bahan bakar substitusi nabati). Bahkan implementasi inisiatif biodiesel sudah dilakukan sejak tahun 2010. Dan Pertamina kini telah berhasil memproduksi dan memanfaatkan biodiesel B35 yang terbukti berhasil mensubtitusi impor solar.
Sejak April 2019 Pertamina sudah tidak lagi mengimpor solar dan avtur. Selain itu B35 juga mampu menurunkan emisi CO2 hingga 32,7 juta ton pada tahun 2023.
Keunggulan lainnya dari biodiesel adalah kemudahan proses blending, atau proses pencampuran fossil fuel dengan biodiesel. Jika biofuel harus diproduksi di kilang dengan skala besar, namun untuk biodiesel blending dapat dilakukan di terminal akhir.
“Indahnya biodiesel adalah kemudahan proses blending yang dapat dilakukan di fuel terminal atau terminal akhir. Pertamina memiliki lebih dari 1000 fuel terminal di Indonesia. Ini akan mendorong pembangunan bioethanol plants yang tentunya akan turut meningkatkan ekonomi lokal serta menciptakan lapangan kerja,” ungkap Nicke Widyawati pada Southeast Asia-Latin American Dialouges (SALA Dialogues) yang dilaksanakan pada Rabu (16/10/2024) lalu di INSEAD Hoffmann Institute, Singapura.
Lesbih jauh Pertamina juga berencana meningkatkan campuran biodiesel menjadi B40, B50, hingga B60. Tentu hal ini membutuhkan kebijakan pendukung, termasuk terkait bahan baku biosolar yang berasal dari kelapa sawit.
Lebih lanjut Nicke menjelaskan bahwa kesuksesan implementasi biodiesel akan direplikasi untuk produk gasoline, yang diharapkan dapat menurunkan impor dan di saat yang sama mencapai ketahanan energi nasional dan swasembada energi. Saat ini Pertamina telah memulainya dengan produk biofuel E5.
“Kita telah memulai biofuel dengan E5 di beberapa wilayah di Jawa, yaitu di Jawa Timur dan secara bertahap meningkatkannya,” jelas Nicke.
Nicke mengungkapkan bahwa Pertamina tidak bisa berjalan sendiri untuk melaksanakan tugas transisi energi dan inovasi berkelanjutan produk energi hijau. Dibutuhkan kolaborasi dan transfer knowledge dengan mitra bisnis strategis juga negara lainnya. Nicke membuka peluang untuk bekerjasama dengan negara Amerika Latin untuk bersama mengembangkan biodiesel dan biofuel ini. (dahri maulana)
***Tulisan ini merupakan bukti kepersertaan penulis pada Lomba Karya Tulis Anugerah Jurnalistik Pertamina (AJP) 2024