KPK: OTT di OKU, Kesepakatan Jahat Pemkab dan DPRD, Pj Bupati dan Kepala BPKD Diduga Terlibat
JAKARTA | Populinews.com – Keberhasilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), membongkar dugaan ‘bagi-bagi’ uang rakyat, yang dikemas melalui proyek-proyek Pokir (Pokok Pikiran) inisiatif anggota DPRD, yang dititipkan melalui Dinas PUPR di Kabupaten Ogan Komering Ulu, mendapat apresiasi dari masyarakat. KPK Sebut inilah bukti kesepakatan jahat antara oknum pejabat pemerintah daerah dengan wakil rakyat di parlemen.
Kabar adanya operasi senyap oleh KPK ini di Dinas PUPR Kabupaten OKU ini, sudah tercium di kalangan wartawan sejak Sabtu (15/3/2025) siang. Sedikitnya ada sejumlah anggota KPK, dikawal aparat kepolisian, menggeladah sejumlah ruangan, disusul adanya pemanggilan sejumlah anggota DPRD, untuk diperiksa di ruang provost Polres OKU di Baturaja.
Kepastian adanya Operasi Tangkap Tangan (OTT) ini semakin nyata, manakala beberapa petugas KPK membawa sejumlah koper berisi dokumen penting, lalu memasukkan ke dalam mobil, yang menunggu di halaman kantor PUPR OKU, dan mobil itu meluncur ke kota Palembang.
Bersamaan dengan itu, ada 8 orang pejahat yang juga dibawa dengan 3 mobil menuju ke Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II di Palembang. Selanjutnya mereka diterbangkan ke Jakarta, malam itu juga. Diketahui, delapan orang terjaring operasi senyap tersebut adalah Kepala Dinas PUPR dan sejumlah anggota DPRD OKU.

Konstruksi Perkara
Bagimana modus atau konstruksi yang dibangun oleh para oknum pejabat dalam mengakali dana APBD OKU ini? Ketua KPK Setyo Budiyanto, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK Jakarta, Minggu (16/3/2025) menuturkan, hal itu berawal pada bulan Januari 2025, saat dilakukan pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kabupaten OKU Tahun Anggaran 2025.
Pada saat itu, perwakilan DPRD OKU menemui pihak pemerintah setempat dan meminta jatah “pokir” atau uang pokok pikiran, terkait pembahasan tersebut. Tujuannya agar RAPBD TA 2025 dapat disahkan. Pemufakatan jahat pun terjadi atara eksekutif dan legislatif ini. Namun, untuk mengeluarkan jatah tersebut, pihak eksekutif tentu harus mencari cara, agar tidak menjadi temuan Badan Pemeriksa Kuangan (BPK) nantinya.
Setyo mengatakan pada pertemuan ini, patut diduga bahwa berdasarkan informasi yang diperoleh, selain anggota dewan dan Kepala Dinas PUPR, juga dihadiri oleh pejabat bupati dan Kepala BPKD.
Kemudian, lanjut kata Setyo, pertemuan ‘rahasia’ ini menyepakati bahwa jatah pokir tersebut diubah menjadi proyek fisik di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang sebesar Rp40 miliar dengan pembagian nilai, masing-masing untuk Pokir Ketua dan Wakil Ketua, nilainya disepakati Rp 5 miliar, sedangkan untuk Pokir anggota masing-masing Rp 1 miliar.
Nilai proyek kemudian turun menjadi Rp35 miliar karena keterbatasan anggaran. Meskipun begitu, untuk fee-nya tetap disepakati sebesar 20 persen bagi anggota DPRD, sehingga total fee-nya adalah sebesar Rp7 miliar.
“Nah, saat APBD Tahun Anggaran 2025 disetujui, anggaran Dinas PUPR naik dari pembahasan awal Rp48 miliar menjadi Rp96 miliar. Jadi, signifikan karena ada kesepakatan ya, maka yang awalnya Rp48 miliar bisa berubah menjadi 2 kali lipat,” ungkap Setyo.
Saat itu, Kepala Dinas PUPR Kabupaten OKU, berinisial NOP, menawarkan 9 proyek kepada MFZ dan ASS dengan komitmen fee sebesar 22 persen, yaitu 2 persen untuk Dinas PUPR dan 20 persen untuk DPRD.
NOP kemudian mengkondisikan pihak swasta yang akan mengerjakan proyek tersebut, termasuk menunjuk Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Agar modus ini tak tercium, NOP sengaja menggunakan beberapa perusahaan yang ada di Lampung Tengah, bukan perusahaan lokal. Kemudian penyedia dan PPK melakukan penandatanganan kontrak di Lampung Tengah.
“Ada beberapa nama perusahaan ya, antara lain termasuk juga kegiatannya. Yang pertama untuk rehabilitasi rumah dinas bupati, lebih kurang sekitar Rp8,3 miliar dengan penyedia CV RF,” tutur Setyo.
Kemudian rehabilitasi rumah dinas wakil bupati senilai Rp2,4 miliar dengan penyedia CV RE. Pembangunan Kantor Dinas PUPR Kabupaten OKU senilai Rp9,8 miliar dengan penyedia CV DSA. Pembangunan jembatan di Desa Guna Makmur senilai Rp983 Juta dengan penyedia CV GR. Kemudian peningkatan jalan poros Desa Tanjung Manggus, Desa Bandar Agung, senilai Rp4,9 miliar dengan penyedia CV DSA.
Selanjutnya peningkatan jalan Desa Panai Makmur-Guna Makmur senilai Rp4,9 miliar dengan penyedia CV ACN. Peningkatan jalan Unit 16 Kedaton Timur senilai Rp4,9 miliar dengan penyedia CV MDR Coorporation; peningkatan jalan Letnan Muda M. Sidi Junet senilai Rp4,8 miliar dengan penyedia CV BH; dan peningkatan jalan Desa Makarti Tama sebesar Rp3,9 miliar dengan penyedia CV MDR Coorporation.
“Ini semua dilakukan oleh NOP dengan PPK. Mereka langsung berangkat ke wilayah Lampung, Provinsi Lampung, Kabupaten Lampung Tengah, dan berkoordinasi dengan para pihak,” ucap Setyo.
“Jadi, pinjam nama, pinjam bendera, tetapi yang mengerjakan adalah saudara MFZ dengan ASS,” sambungnya.

Uang jelang lebaran
Menjelang lebaran, pihak DPRD OKU yang diwakili FJ, MFR dan UH menagih jatah fee proyek kepada NOP sesuai dengan komitmen. NOP kemudian menjanjikan akan memberikan itu sebelum Hari Raya Idulfitri melalui pencairan uang muka 9 proyek yang sudah direncanakan sebelumnya.
“Pada kegiatan ini, patut diduga bahwa berdasarkan informasi yang diperoleh, pertemuan dilakukan antara anggota dewan, kemudian Kepala Dinas PUPR juga dihadiri oleh pejabat bupati dan Kepala BPKD,” ungkap Setyo.
Pada 11-12 Maret 2025, MFZ mengurus pencairan uang muka atas beberapa proyek. Keesokan harinya, 13 Maret, sekitar pukul 14 waktu setempat, MFZ mencairkan uang muka di bank daerah.
“Kemudian karena ada permasalahan terkait cash flow-nya, uang yang ada diprioritaskan untuk membayar THR, TPP dan penghasilan perangkat daerah,” ucap Setyo.
Pada tanggal 13 Maret juga MFZ menyerahkan uang sebesar Rp2,2 miliar kepada NOP. Uang itu merupakan bagian komitmen di proyek yang kemudian diminta oleh NOP dititipkan di A (PNS pada Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kabupaten OKU).
Selain itu, lanjut Setyo, pada awal Maret 2025, ASS sudah menyerahkan uang sebesar Rp1,5 miliar kepada NOP di rumah NOP.
Pada 15 Maret sekitar pukul 6.30, tim KPK mendatangi rumah NOP dan A, dan menemukan serta melakukan penyitaan uang sebesar Rp2,6 miliar yang merupakan uang komitmen dari MFZ dan ASS.
NOP Beli Fortuner Baru
Secara paralel, tim KPK juga menangkap MFZ, ASS, serta FJ, MFR dan UH di rumahnya masing-masing. Selain itu, tim KPK turut mengamankan pihak lain yaitu A dan S.
“Dalam kegiatan tersebut, tim juga mengamankan barang bukti berupa satu unit kendaraan roda empat merek Toyota Fortuner BG 1851 ID, kemudian dokumen, beberapa alat komunikasi serta barang bukti elektronik lainnya,” ungkap Setyo.
Ia menerangkan uang Rp1,5 miliar yang diserahkan di awal sebagian sudah digunakan untuk kepentingan NOP termasuk untuk pembelian mobil Toyota Fortuner. Sisa uang masih ada.
Setelah itu, Setyo menuturkan tim KPK memintai keterangan para pihak terjaring OTT tersebut di Polres Baturaja dan Polda Sumsel. Mereka baru tiba di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Minggu (16/3) pagi.
“Berdasarkan hasil ekspose tersebut telah ditemukan bukti permulaan yang cukup terkait dugaan tidak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji dengan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Dinas PUPR Kabupaten OKU dari tahun 2024 sampai dengan tahun 2025, selanjutnya semua sepakat untuk dinaikkan ke tahap penyidikan dan menetapkan status tersangka,” kata Setyo.
Empat tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan Pasal 12 huruf f dan Pasal 12B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Ada dugaan penerimaan gratifikasi oleh penyelenggara negara (NOP atau anggota DPRD OKU).
Sementara dua tersangka dari pihak swasta selaku pemberi yakni MFZ dan ASS disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b UU Tipikor. “Jad, ada 2 klaster. Ada pihak penerima dan pihak pemberi,” kata Setyo.
KPK Imbau Hindari Praktik Suap
Setyo menyampaikan terima kasih atas dukungan dari masyarakat di Kabupaten OKU dan Sumsel, termasuk juga bantuan dari Polda Sumatera Selatan dan Polres Baturaja.
Dalam kesempatan itu, ia mengingatkan kepada seluruh kepala daerah dan anggota legislatif terpilih agar menghindari praktik-praktik menyimpang seperti suap. Ada konsekuensi hukum terhadap perbuatan tersebut.
“Ini menurut saya adalah hal yang seharusnya menjadi perhatian bagi para pejabat eksekutif dan legislatif semuanya untuk tidak melakukan praktik-praktik penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan untuk kepentingan pribadi yang tentunya berdampak kepada aspek penegakan hukum seperti yang dialami oleh NOP dan kawan-kawan itu,” kata Setyo.
“Kami berharap bahwa seluruh kepala daerah, kemudian anggota legislatif, tetap menjaga integritasnya, tidak memanfaatkan kepentingan dengan melakukan perubahan-perubahan APBD dengan memasukkan pokir yang akhirnya menurunkan kredibilitas daripada pemerintah daerah itu sendiri,” tandasnya. (dm/rt)
